Kenaikan Harga Khusus Telur Dan Ayam Tak Efektif
Harga khusus daging ayam dan telur dinilai tidak efektif. (Foto: Pixabay) |
Kementerian Perdagangan memutuskan untuk memperlihatkan harga khusus untuk daging ayam dan telur ayam untuk mengompensasi tingginya harga jagung sebagai materi baku industri pakan ternak. Namun, beberapa kalangan menilai langkah itu belum efektif untuk menuntaskan masalah harga di pasaran.
Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sigit Prabowo menyatakan harga daging ayam dan telur ayam sangat terpengaruh pada aturan pasar, bukan pembentukan harga pemerintah. "Biasanya harga jual itu berdasarkan penawaran dan permintaan," kata Sigit dalam sambungan telepon, Kamis (31/1).
Perubahan harga pola yang telah pemerintah lakukan tahun kemudian tidak terlalu berdampak pada peternak. Terlebih langkah pemerintah yang memutuskan kebijakan tersebut tanpa didahului diskusi dan sosialisasi kepada pelaku usaha.
Namun, keputusan pemerintah juga ketika ini menurutnya cukup sempurna untuk menyesuaikan harga pakan, sehingga diperlukan sanggup menekan lonjakan harga daging ayam dan telur. Meski demikian, hal lain juga mestinya dipersiapkan yakni mengenai optimalisasi perembesan jagung lewat Perum Bulog sebagai stabilisator pangan.
Pembenahan pada sektor produksi jagung menjadi penting. Sebab, harga yang terlalu tinggi sanggup membatasi daya beli peternak. "Yang perlu diturunkan itu terutama materi baku pakan ibarat jagung," ujar Sigit.
Dia menjelaskan, harga telur ayam dan daging ayam ketika ini berada di kisaran Rp 17 ribu hingga Rp 18 ribu per kilogram. Sedangkan harga jagung sudah berada di level Rp 5.300 hingga Rp 6.500 per kilogram.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) Abdullah Mansuri juga mempertanyakan langkah pemerintah yang hanya melaksanakan koreksi di hilir. Menurut pedagang, harga pola daging ayam dan telur ayam buatan pemerintah tidak akan memperlihatkan imbas pada psikologi pasar.
Mansuri mengungkapkan, pemerintah harus menganalisis inti duduk masalah supaya sanggup memperbaiki kondisi harga serta pasokan. Dia pun meyebutkan ada tiga duduk masalah utama yang harus menerima perhatian khusus pemerintah dalam menjaga stabilitas harga ayam dan telur.
Pertama, pasokan DOC (Day Old Chicken) ayam di peternak harus seimbang. TDengan pengaturan pasokan terhadap seruan dan penawaran yang tepat, diperlukan sanggup menciptakan harga jual komoditas membaik dan mengurangi potensi lonjakan signifikan.
Apalagi sebelumnya juga banyak peternak yang melaksanakan afkir dini atau pemotongan ayam padahal belum masuk usia cukup umur akhir pasokan pakan yang berkurang dan harganya tinggi.
Kedua, proses penggemukan ayam ternak untuk petelur dan pedaging membutuhkan waktu jauh lebih lama. Penyebabnya, Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2017 yang melarang penggunaan antiobiotik dalam pakan ternak, berlaku semenjak 1 Januari 2018. Hal ini juga mengakibatkan pasokan ayam dan telur sanggup tertunda.
Terakhir, dengan mengendalikan kenaikan harga jagung sebagai pakan untuk ternak. "Harusnya pemerintah sangat memperhatikan faktor produksi, jangan konsultasi ketika masyarakat sudah melaksanakan kritik," ujar Mansuri.
Dia menyebutkan, jumlah produksi yang rendah juga menimbulkan tren peralihan konsumsi daging ayam dan telur ayam masyrakat kepada jenis komoditas berprotein lain, ibarat ikan serta tahu dan tempe.
Menurutnya, harga satu kilogram daging ayam ketika ini sudah sekitar Rp 36 ribu dan harga telur ayam berada pada posisi Rp 25 ribu per kilogram. Peningkatan harga itu juga berdasarkan harga beli di tingkat peternak.
Hal berbeda justru diungkap Ketua Umum Peternak Layer Nasional (PLN) Ki Musbar Mesdi.
Menuurtnya, kenaikan harga jual sanggup memperlihatkan pola baru. Dia menilai, kenaikan harga 10% dari Peraturan Menteri Perdagangan 96 Tahun 2018 membantu peternak lantaran harga jagung tidak terkendali.
Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho meminta pemerintah untuk mulai mengendalikan harga dan pasokan jagung. Sebab, kenaikan harga daging ayam dan telur ayam memicu kerugian untuk konsumen.
Apalagi, kedua komoditas merupakan komponen penyumbang inflasi yang besar di perdesaan. "Seharusnya pemerintah mengendalikan harga pakan jagung, itu lebih mensejahterakan peternak," kata Andry.
Menurutnya, jagung mempunyai berkontribusi sebesar 40% sebagai materi baku industri pakan ternak, selain dedak, ampas tahu, dan tepung ikan.
Dia juga mengungkapkan kekecewaan terhadap kurangnya koordinasi antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Sebab, ketika harga pakan jagung meningkat dan peternak kesulitan, Kementerian Pertanian justru menegaskan akan ada peningkatan ekspor jagung sehingga hal itu terlihat bertolak belakang.
Andry pun meminta pemerintah lebih berhati-hati dalam melaksanakan kebijakan, alasannya yakni pemburu rente sanggup memanfaatkan celah yang merugikan masyarakat.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menerapkan harga khusus untuk komoditas ayam dan telur
untuk periode Januari hingga Maret 2019. Kebijakan itu ditempuh untuk menyiasati harga jagung yang masih tinggi di tingkat peternak yang sanggup berdampak terhadap meningkatnya harga pembelian daging ayam ras dan telur ayam ras di atas harga acuan.
Berdasarkan surat edaran Nomor 82/M-DAG/SD/1/2019 tertanggal 29 Januari 2019, harga pembelian daging ayam ras dan telur ayam ras di tingkat peternak untuk periode Janurai-Maret 2019 ditetapkan sebesar Rp 20 ribu per kilogram untuk batas bawah dan Rp 22 ribu per kilogram untuk batas atas.
Sementara itu, harga penjualan kepada konsumen, pemerintah mematoknya sebesar Rp 36 ribu per kilogram untuk daging ayam ras dan Rp 25 ribu per kilogram untuk telur ayam ras. Harga khusus berlaku semenjak surat ditandatangani dan selanjutnya bakal kembali mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018.
Dibandingkan Permendag 96/2018, aturan harga batas bawah daging ayam ras dan telur ayam ras di tingkat peternak ditentukan sebesar Rp 18 ribu per kilogram. Sedangkan pada batas atas, keduakomoditas itu ditetapkan sebesar Rp 20 ribu per kilogram.
Sementara itu, aturan juga mengatur harga penjualan di konsumen Rp 34 ribu per kilogram untuk daging ayam ras dan Rp 23 ribu per kilogram untuk telur ayam ras.
Perubahan untuk harga khusus dikarenakan harga daging ayam ras dan telur ayam ras berada di atas harga acuan. (Sumber: katadata.co.id)
0 Response to "Kenaikan Harga Khusus Telur Dan Ayam Tak Efektif"
Posting Komentar