Bagaimana Suatu Gaya Hidup Ketakutan Berkembang

Sid, satu-satunya anak yang selamat dari Holocaust, tumbuh besar dalam sebuah rumah tangga yang dihantui oleh rasa takut akan kehilangan dan kesedihan yang tiba tak terduga. Dia berjuang dengan rasa takut yang intens semenjak masa kanak-kanak.

Ayah Allan meninggal tidak usang sehabis sang anak berulang tahun yang ke 13; semenjak itu, Allan merasa tidak yakin mengenai dirinya, prihatin mengenai keamanannya di dalam dunia, dan cemas mengenai setiap peristiwa negatif tak terdua berikutnya yang mungkin akan terjadi.

Joanna yakni seorang anak yang gugup dan pemalu. Sekarang ketika dewasa, beliau masih terus merasa kewalahan dan was-was oleh banyak sekali aspek dari kehidupannya sehari-hari.

Seperti yang di isyaratkan oleh kisah-kisah ini, sebuah gaya hidup yang penuh ketakutan itu bisa muncul dari banyak sekali sumber. Terkadang, sumbernya yakni suatu situasi yang jelas, nyata, contohnya ketika seorang anak terluka, mengalami trauma, dianiaya, atau ditelantarkan.

Di ketika lain, rasa takut tiba melalui rute lain, contohnya penyakit fisik atau emosional, kesulitan finansial yang dialami orang tua, atau kehilangan seseorang yang mempunyai kekerabatan dekat alasannya yakni perceraian atau kematian. Temperamen bawaan lahir, juga, bisa memperkuat kondisi-kondisi lingkungan.

Tujuan utama dari goresan pena ini yakni memperlihatkan banyak sekali cara untuk mengubah suatu gaya hidup yang penuh rasa takut. Tapi untuk memahami jalan keluar dari rasa takut, penting juga untuk memahami jalan masuknya.

Asal Mula Suatu Gaya Hidup Penuh Ketakutan

Tidak ada satu penyebab khusus untuk suatu gaya hidup yang penuh dengan ketakutan. Ada beberapa jenis faktor—bahkan faktor-faktor yang berlawanan secara diametris—yang bisa sangat berkontribusi pada suatu kepribadian yang penakut. Berikut ini beberapa faktor yang paling penting:

1. Kejadian-kejadian dari Masa Kecil: Kehilangan dan Trauma

Dari banyak faktor yang bisa berkontribusi terhadap suatu gaya hidup ketakutan, yang paling berpengaruh yakni pengalaman hidup yang tragis atau traumatis.

Trauma fisik atau emosional bisa sangat merusak pemahaman seseorang mengenai dunia sebagai suatu daerah yang aman. Salah satu dampak dari mengalami peristiwa tersebut yakni rasa takut bahwa kehilangan akan terulang lagi.

Secara otomatis anda mungkin akan bermain aman, tidak berharap untuk terpengaruhi takdir. Perasaan kehilangan ini terutama bisa parah kalau stress berat terjadi pada masa-masa awal dalam kehidupan. Traumanya tidak harus banyak; bahkan satu peristiwa traumatis saja sudah bisa menyampaikan dampak yang negatif.

Terlalu Cepat Teralu Banyak—Kisah Catherine

Catherine, yang ketika ini berusia 38 tahun, mempunyai masa kecil yang indah hingga ketika beliau menginjak usia 14 tahun. Sama ibarat semua orang, Catherine merasa terguncang ketika mengetahui ibunya di diagnosa menderita kanker tahap 4 dan meninggal 3 bulan kemudian.

Trauma tersebut menghantam seluruh anggota keluarga dengan kekutatan yang dahsyat. Ayah Catherine tidak bisa mengataasi kiprah ganda sebagai orang tua. Secara emosional kondisinya memburuk, melarikan diri ke alkohol untuk menghilangkan kesedihannya.

Karena ayahnya tidak bisa untuk berfungsi sebagai pencari nafkah dan orang tua, Catherine menemukan dirinya berada di posisi sebagai kepala keluarga. Dia bukan cuma harus memasak dan mengurus rumah, tapi juga mengurus adiknya, Alicia, yang ketika itu gres berusia 12 tahun.

Catherine mengatasi situasi tersebut dengan cara menyebarkan hypercompetent dan menjadi kaku wacana banyak sekali tanggung jawabnya di rumah.

Sekarang, sehabis lebih dari 20 tahun kemudian, Catherine hidup dalam suatu kondisi sangat cemas yang mewujudkan dirinya terutama sebagai kebutuhan untuk mengontrol. Bahkan sedikit ketidak pastian saja bisa menimbulkan beliau merasa cemas bahwa semuanya akan menjadi “buruk.”

Sayangnya, kekakuan dan pesimisme Catherine sering berkontribusi secara tepat pada banyak sekali peristiwa jelek yang beliau takuti.

Dia mengasingkan teman-teman dan kerabatnya, menyebarkan suatu reputasi sebagai seorang yang suka mengontrol diantara rekan-rekan bisnisnya, dan membahayakan rumah tangganya dengan selalu bersikeras bahwa semuanya harus dilakukan sesuai dengan keinginannya.

Seperti yang di indikasikan dongeng Catherine, kejadian-kejadian traumatis bisa sangat mengubah masa kanak-kanak yang indah menjadi masa-masa cukup umur yang penuh beban dan kekhawatiran.

Anak-anak yang terlalu awal memikul suatu kiprah orang cukup umur seringkali melaksanakan tugas-tugasnya dengan cukup baik dari perspektif luar; tapi di dalam, anak tersebut seringkali dipenuhi dengan kekacauan batin.

Anak tersebut mungkin menjadi cemas dan bertanya pada diri sendiri, “Apakah saya melaksanakan kiprah yang cukup bagus?” Anak tersebut mungkin merasa marah, bertanya-tanya, “Kenapa saya harus melaksanakan ini?” atau “Kenapa bukan Ayah (atau Ibu)?”

Anak tersebut mungkin berasa sendiri dan kesepian, merasa bahwa beliau harus mengurus keluarganya, meski tidak ada orang yang mengurus dirinya. Akhirnya, si anak mungkin merasa marah: “Kenapa Ibu harus meninggal?”

Trauma bisa terjadi dalam banyak sekali tingkat keparahan. Sebagian peristiwa jelas-jelas merusak, ibarat apa yang dialami Catherine. Kejadian lain, contohnya maut yang tenang dari nenek atau kakek, mungkin menyerang seseorang sebagai peristiwa traumatis tapi anggota dari keluarga yang sama relatif tidak terpengaruh.

Kejadian yang tidak jelek berdasarkan standard orang cukup umur mungkin merusak keseimbangan seorang anak, membuatnya shock, atau membuatnya gundah mengenai cara mengatasinya. Salah satu peristiwa ibarat itu mungkin yakni sahabat bersahabat yang tiba-tiba pindah rumah.

Apakah semakin banyak stress berat di dalam hidup anda berarti bahwa gaya hidup anda akan jadi penuh dengan ketakutan?

Belum tentu. Sebagian orang yang pernah banyak mengalami stress berat bisa untuk tetap tegar dan terbuka terhadap banyak sekali tantangan dan petualangan dalam hidup meski menghadapi kehilangan yang tragis.

Tapi, truma tentu tetap bisa menjadi suatu faktor utama dari gaya hidup yang penuh rasa takut.

2. Trauma Tak Kentara: Tidak ada Kata-kata untuk Apa yang Terjadi

Orang lain menyebarkan rasa takut sebagai hasil dari stress berat rahasia, tersembunyi, yang tidak bisa diungkapkan oleh bawah umur pada siapapun—trauma yang membuat mereka harus menghadapi situasi mereka sendirian.

Salah satu situasi yang paling memicu rasa takut pada bawah umur yakni tidak memahami apa yang terjadi dan tidak ada daerah untuk meminta penjelasan, petunjuk, atau perlindungan.

Anak-anak hanya memliki sedikit pemahaman mengenai makna dari banyak sekali situasi, sehingga secara natural mereka akan mencari orang lain untuk meminta petunjuk yang bisa membantu mereka dalam memahami dunianya.

Tapi isu yang mereka sanggup dari orang lain itu mungkin membingungkan, tidak benar, atau bahkan benar-benar menyesatkan,

Apa yang Terjadi?—Kisah Joey

Bagi dunia luar, Joey mempunyai seorang ibu yang luar biasa, penuh kasih sayang dan perhatian. Tapi Joey merasa bahwa hubungannya dengan ibunya itu membingungkan dan mengerikan. Selama bertahun-tahun, ibunya akan memperilakukannya secara berbeda kalau berada di daerah publik dengan kalau berada ditempat tertutup.

Ibunya akan bersikap manis, hangat, dan lembut ketika ada orang lain di sekitar, tapi akan bertindak tidak pantas, menarik hati dan mengontrol ketika sendirian dengannya. Joey sering mendengar dari keluarga teman-temannya bahwa ibunya itu luar biasa, tapi pengalaman yang dialami bersama ibunya membuatnya ketakutan.

Dari hari ke hari, Joey tidak pernah tahu akan berubah ibarat apa mood ibunya hari itu. Ibunya membuat Joey sangat ketakutan, tapi Joey tidak tahu kenapa. Di ketika yang sama, Joey membutuhkan ibunya dan menginginkan kasih sayangnya.

Tapi sikap ibunya tidak bisa diprediksi. Hanya bertahun-tahun kemudian, ketika Joey sudah dewasa, beliau menyadari bahwa ibunya menderita gangguan bipolar dan juga seorang alkoholik. Realisasi tersebut menjelaskan banyak hal, tapi Joey tidak punya cara untuk memahaminya ketika beliau masih kecil.

Biasanya, bawah umur tidak tahu cara untuk menjelaskan apa yang salah dalam suatu situasi, dan mereka seringkali merasa berada pada belas kasihan dari orang-orang yang berkuasa dalam hidup mereka.

Akibatnya, mereka melaksanakan apa yang perlu mereka lakukan semoga bisa bertahan di dalam keluarga di mana mereka berasal, menjadi pendiam atau sedih, suka berbicara dengan keras atau mengintimidasi, tunduk atau memberontak.

Sebagai orang dewasa, banyak orang yang terus menjalani kehidupannya dengan sikap yang sama, meski ketika mereka sudah tidak lagi hidup dalam kondisi yang sama. Gaya hidup mereka yang penuh ketakutan telah menjadi begitu familiar bagi mereka sehingga mereka meneruskannya, bahkan ketika itu tidak lagi menyampaikan manfaat.

3. Temperamen dan Genetik

Faktor utama lain yang berkontribusi terhadap gaya hidup yang penuh ketakutan yakni temperamen dan genetik. Temperamen yakni salah satu yang paling berpengaruh dari banyak faktor yang memilih kepribadian.

Bahkan ketika gres lahir, bayi tidak lah benar-benar “kosong” ibarat yang dianggap oleh sebagian orang. Sebagian bayi itu punya sifat tenang, sebagian lain sangat gelisah; sebagian gampang kembali tenang ketika merasa tidak nyaman, sementara sebagian lain sulit untuk merasa tenang; sebagian lain selalu ingin digendong, sementara sebagian lain menjauhi kontak manusia.

4. Orang Tua yang Ekstrem—Terlalu-dan Kurang Melindungi

Belum ada studi yang memperlihatkan bahwa salah satu dari gaya parental tertentu itu lebih baik. Tapi, gaya dan seni administrasi parental yang ekstrem memang menjadikan masalah.

Sebagian orang bau tanah itu terlalu melindungi, dan tidak mau menyampaikan kebebasan pada anak-anaknya. Sebagian orang bau tanah yang lain begitu jauh sehingga membiarkan anak-anaknya untuk menjadi rentan terhadap ancaman fisik atau emosional.

Kedua gaya parental ini bisa membuat hasil-hasil yang serupa.

Terlalu Melindungi

Secara intuisi bawah umur tahu bahwa mereka tidak akan pernah mendapatkan apa yang mereka inginkan dari kehidupan kalau tidak mau mengambil resiko. Faktanya adalah, manfaat dari resiko itu bisa sangat banyak.

Saat orang bau tanah berusaha keras untuk membuat suatu kehidupan yang bebas resiko bagi anak-anaknya, maka niat baik tersebut pada akibatnya akan berdampak negatif.

Pengalaman sesekali dari gaya parental yang terlalu melindungi tidak akan membuat suatu gaya hidup yang penuh ketakutan.

Tapi, pengalaman yang berulang-ulang bisa menyampaikan suatu pesan tidak tepat bahwa banyak atau sebagian besar situasi itu berbahaya, dan bahwa sang anak tidak bisa untuk menghadapinya sendirian dan harus selalu bergantung pada campur tangan dan proteksi dari orang bau tanah semoga kondusif di dalam dunia.

Berikut ini beberapa imbas samping negatif dari sikap kumulatif para orang bau tanah yang terlalu melindungi:

  • Menciptakan suatu pemahaman yang keliru mengenai keamanan. Anak-anak yang berada dalam situasi ini cenderung berasumsi bahwa orang tuanya akan selalu bersamanya, dan mereka menyebarkan suatu rasa berlebihan mengenai kekuasaan orang tuanya.

Akibatnya yakni sang anak seringkali menjadi shock dan cemas ketika mengalami suatu pengalaman yang menyulitkan, menyusahkan dan menyakitkan.

  • Menghilangkan kesempatan bawah umur untuk mengalami pengalaman-pengalaman berhadapan dengan kesalahan dan kekeliran evaluasi mereka, yang tolong-menolong perlu. Jika orang bau tanah masuk untuk melindungi anak tersebut dari semua kesulitan dan kesalahan, maka anak tersebut tidak akan berguru mengenai dampak dari aksi-aksinya.

Anak tersebut akan berasumsi bahwa ayah dan ibu akan selalu melindungi, apapun yang beliau lakukan. Suatu lingkungan yang bebas dari kegagalan atau putus asa itu lebih banyak menjadikan persoalan dari pada menyelesaikannya.

  • Mengurangi kesempatan anak untuk menaksir resiko, mengatasi situasi yang menantang, berguru skill-skill pemecahan masalah, dan menyebarkan keyakinan diri.

Anak-anak yang masih sangat kecil akan menerima manfaat dari pesan-pesan untuk menjauhi bahaya. Anak yang berusia 5 atau 6 tahun kebawah belum bisa menaksir resiko, dan belum bisa berpikir abstrak.

Tapi semenjak usia 7 atau 8 tahun, bawah umur perlu pengalaman menaksir resiko. Mereka perlu melihat banyak sekali tingkat ancaman dan berguru untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih halus mengenai respon-respon mereka.

Banyak orang bau tanah yang menghalangi proses ini dengan cara menyampaikan pernyataan-pernyataan semua atau tidak sama sekali (ini aman, itu bahaya) mengenai dunia.

  • Menghalangi bawah umur untuk melihat contoh-contoh realistis. Jika orang bau tanah mau jujur menaksir kehidupannya sendiri, maka mereka umumnya akan mengakui bahwa mereka telah banyak berguru alasannya yakni mereka mengambil resiko, meski kalau hasilnya tidak sesuai harapan.

Mereka mendapatkan pengetahuan, bahkan kebijaksanaan, wacana menghitung biaya-biaya dan manfaat. Mereka telah berguru untuk mencari isu lebih banyak sebelum mengambil suatu resiko yang besar.

Mereka telah menyebarkan suatu kemampuan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan akan kegairahan dengan kebutuhan akan keamanan. Namun orang-orang yang sama ini seringkali membatasi perjuangan anak-anaknya sendiri untuk menjalani proses dan mendapatkan budi yang sama.

Saat sikap terlalu melindungi mengarah pada rasa takut, itu bukan alasannya yakni orang bau tanah yang sembrono atau tidak perhatian. Sebaliknya, proses ini terjadi alasannya yakni orang bau tanah yang terlalu perhatian atau terlalu cemas.

Sebagian orang bau tanah mengklaim bahwa ketika anak-anaknya beranjak dewasa, tidak ada yang namanya terlalu berhati-hati. Ironisnya, dengan menjadi terlalu berhati-hati bisa jadi membawa resikonya sendiri, membantu memperkuat ketidak mampuan sang anak untuk mengatasi masalah.

Kurang Melindungi

Kebalikan dari ini yakni gaya parental yang kurang melindungi. Terlalu sedikit itu sama ibarat terlalu banyak perlindungan, bisa menjadikan suatu suasana ketakutan.

Coba perhatikan dongeng Catherine. Setelah ibunya meninggal dan ayahnya menjadi alkoholik, Catherine dan adiknya harus menafkahi dirinya sendiri. Catherine, terutama, menanggung suatu beban tanggung jawab yang terlalu berat untuk seorang anak yang gres berusia 14 tahun.

Banyak bawah umur yang memegang peranan pseudoparental ibarat itu mengalami efek-efek samping yang serupa ketika mereka berjuang menghadapi tugas-tugas yang jauh diatas kemampuan mereka.

Bahkan ketika mereka bisa mengatasinya dengan sangat baik, namun dengan mengasumsikan peran-peran orang cukup umur ketika masih kanak-kanak, akan selalu membawa imbas samping negatif terhadap psikologinya.

  • Gaya parental yang kurang melindungi membuat suatu pemahaman dasar wacana kecurigaan mengenai dunia. Anak-anak yang tidak dirawat dengan baik (entah secara fisik atau emosional) jarang merasa kondusif atau tenang berada dalam lingkungan mereka.
  • Gaya parental yang kurang melindungi membuat situasi-situasi yang berbahaya, sedangkan bawah umur yang belum tahu cara mengatasi semua persoalan dan resiko dalam hidup. Situasi ini menempatkan bawah umur pada resiko, dirumah maupun ditempat lain.

Saat mereka harus menghadapinya sendiri dan tidak ada daerah untuk berlindung, bawah umur seringkali terlibat dalam persoalan dengan aktivitas-aktivitas yang bersiko tinggi.

  • Gaya parental yang kurang melindungi seringkali memperingatkan bawah umur untuk khawatir bahwa mereka tidak melaksanakan suatu pekerjaan yang cukup bagus. Mereka menyebarkan apa yang disebut “impostor syndrome,” merasa bahwa meski dalam realitas mereka bisa mengatasi dengan baik, tapi seseorang akan menemukan betapa sedikit yang tolong-menolong mereka tahu atau betapa tidak tenang yang tolong-menolong mereka rasakan.
  • Gaya parental yang kurang melindungi membuat bawah umur tidak mempunyai contoh-contoh yang cukup. Situasi ini bukan hanya membuat bawah umur menjadi subjek dari harapan-harapan dan kiprah yang tidak beralasan, tapi juga membuat mereka harus menanggung tanggung jawab dan persoalan tanpa bimbingan.

Karena begitu banyak resiko yang harus di hadapi oleh bawah umur yang dibesarkan dengan gaya parental yang kurang melindungi, maka mungkin akan menimbulkan rasa takut yang berkepanjangan terhadap apa yang diaggap oleh orang lain sebagai kejadian-kejadian biasa dalam kehidupan.

Karena kurang menerima proteksi dari orang tua, mereka mungkin tumbuh menjadi orang cukup umur yang terus menerus menunggu dalam rasa takut terhadap krisis, rintangan, atau tragedi berikutnya.

Alternatifnya, mereka memiliih mengekspresikan rasa takutnya dengan menjadi macho, tampak berani diluar untuk menutupi rasa takut di dalam (misalnya orang-orang yang mencari aktivitas-aktivitas berbahaya atau terlibat dalam kekerabatan seksual beresiko tinggi).

Dimana yang Pertengahan?

Lalu, bagaimana orang bau tanah bisa merespon terhadap anak-anaknya dalam cara yang tidak berlebihan juga tidak kekurangan?

Penelitian psikolog sosial Stanley Schacter mengindikasikan bahwa ketika orang-orang berada dalam suatu situasi membingungkan atau berpotensi mengancam, mereka mengamati atau berkomunikasi satu sama lain untuk memilih emosi-emosi apa yang seharusnya mereka rasakan.

Selain itu, mereka mencari tahu mengenai kondisi-kondisi emosional orang lain untuk membantu mereka menafsirkan kondisi emosional mereka sendiri.

Hasil penelitian Schacter itu relevan dengan diskusi kita alasannya yakni membantu kita memahami bagaimana bawah umur mempelajari cara-cara merespon terhadap situasi menakutkan. Jika reaksi orang bau tanah anda ekstrem, maka respon mereka niscaya memupuk ke khawatiran di dalam diri anda.

Berikut ini sebuah skenario yang memperlihatkan bagaimana tidak respon parental yang berbeda bisa menghipnotis pandangan emosional dari anak-anak. Bayangkan suatu kecelakaan rutin selama masa kanak-kanak.

Seorang balita, dengan kaki yang masih belum mantap, merasa ingin tau untuk menjelajahi dunianya. Karena merasa tertarik oleh suatu mainan baru, beliau berlari, kehilangan keseimbangan, dan membenturkan kepalanya ke lantai. Kaget, beliau menatap ibunya untuk memilih apa yang telah terjadi.

Dalam skenario 1, sang ibu sangat ketakutan. Dia panik, berteriak secara histeris, “Ya Ampun!” Sang anak meraung menangis, merasa yakin bahwa sesuatu yang sangat jelek telah terjadi.

Jika ini sering terjadi selama bertahun-tahun, maka skenario ini menempatkan si anak untuk menyebarkan gaya hidup yang penuh ketakutan dan menjadi penakut, selalu was-was, bergantung, kaku atau kompulsif. Saat orang bau tanah terlalu reaktif, itu cenderung memperkuat rasa takut alami seorang anak.

Skenario 2 memperlihatkan reaksi yang berlawanan. Saat bawah umur jatuh, ibunya tidak ada atau ada secara fisik tapi tidak responsif secara emosional.

Sangat anak, kaget, mencicipi ketidak pedulian atau perhatian dari orang tuanya, yang memperkuat kecemasannya. Atau, beralih ke ibunya untuk mencari kenyamanan yang malah diberi omelan: “Jangan cengeng ah.” Kedua reaksi tersebut membuat si anak tidak mendapatkan apa yang akan menghilangkan rasa takutnya.

Secara kontras, skenario 3 memperlihatkan seorang ibu yang tenang tapi tidak cemas. Dia mengusut si anak, menenangkannya, menciumnya, dan menyampaikan padanya bahwa semuanya baik-baik saja. Rasa takut si anak menghilang. Dia meneruskan penjelajahannya.

Melalui respon ibarat ini, keluarga membuat suatu daerah yang mendorong bawah umur semoga tumbuh, mengambil resiko, dan berguru kapan waktunya untuk merasa takut dan kapan waktunya untuk tidak takut. Keluarga yang kondusif mendapatkan kesalahan dan menghormati penentuan nasib sendiri.

Gaya parenting yang terbaik mendorong keyakinan diri sang anak dan menghormati perasaannya sambil mengajarkannya wacana cara merespon terhadap bahaya-bahaya dari kehidupan. Kisah yang menakut-nakuti juga menundukkan emosional yakni pondasi yang jelek untuk membangun keyakinan diri.

5. Harapan-harapan Parental

Pengaruh signifikan lain yang memupuk suatu gaya hidup penuh ketakutan yakni harapan-harapan tidak realistis, entah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.

Katakanlah bahwa orang bau tanah anda berharap anda untuk menjadi sempurna, tidak mentolerir kesalahan penilaian, tidak melaksanakan kesalahan, kebodohan, kecerobohan, atau malas.

Anda, sebagai seorang anak normal, sudah niscaya berantakan, salah mengartikan situasi, salah memahami permintaan, atau ketika itu sekedar sedang merasa malas atau tidak termotivasi.

Tapi cita-cita yang tinggi dari orang bau tanah anda mungkin membuat anda merasa bersalah mengenai sikap anda, meski sikap anda untuk masih masuk akal berdasarkan usia anda. Situasi ini bisa menjadikan suatu kondisi pikiran yang cemas, alasannya yakni anda mungkin sangat khawatir wacana “mengecewakan orang bau tanah anda” bahkan ketika anda lumayan mereka.

6. Atmosfir Keluarga

Anak-anak itu umumnya lebih sensitif dan intuitif dibanding orang bau tanah pada umumnya. Antena emosional mereka itu sangat sensitif terhadap mood di dalam suatu keluarga. Mereka bisa menangkap sinyal-sinyal rasa takut dengan mudah, bahkan ketika mereka tidak tahu sumbernya atau tidak memahami apa yang terjadi.

Anak-anak itu pengamat peristiwa yang sangat baik tapi penerjemah yang buruk. Mereka akan mengetahui terjadinya perubahan-perubahan, contohnya “Ayah semakin jarang berada di rumah,” atau “Ibu sering marah.”

Untuk alasan ini, orang bau tanah perlu membantu anak-anaknya untuk menerjemahkan kejadian-kejadian dalam suatu cara yang sesuai usia.

7. Respon Parental Terhadap Kejadian Dunia

Selain stress berat keluarga, peristiwa dan krisis di dunia luar bisa menghipnotis respon emosional seorang anak. Dengan jangkauan media gambar ketika ini, kejadian-kejadian nasional dan internasional, juga bisa menanamkan rasa takut pada anak-anak, bahkan ketika malapetaka tersebut terjadi di daerah yang sangat jauh.

Reaksi bawah umur terhadap kejadian-kejadian tersebut akan berbeda, tergantung dari sensitivitas dari anak itu sendiri dan respon orang tuanya.

Jika orang bau tanah membiarkan suatu proses konstan dari gambar-gambar tragis dan mengerikan untuk masuk ke dalam rumah keluarga, maka bawah umur akan kesulitan untuk berhadapan dengan begitu banyak rangsangan yang menakutkan.

Hubungan Saat ini: Membantu atau Membahayakan?

Pengalaman-pengalaman awal memang mempunyai suatu imbas yang sangat besar terhadap pengembangan emosional dan respon kita pada dunia luar.

Namun, pengalaman masa kecil bukanlah satu-satunya. Karena anda yakni suatu pekerjaan dalam proses, kejadian-kejadian nanti dalam hidup juga bisa mempunyai dampak yang besar.

Hubungan cinta terutama bisa sangat vital dalam menyangkut hal ini, entah menyampaikan hasil positif atau negatif. Sebagian kekerabatan memperlihatkan cita-cita dan janji, sehingga meningkatkan ketegangan dan kecemasan sambil menyediakan proteksi dan bantuan.

Pikirkan mengenai suatu kekerabatan dewasa—mungkin dengan seorang teman, kerabat, pasangan, mahir terapi, atau seorang kekasih—yang membuat anda merasa bahagia mengenai diri sendiri. Jika iya, apakah itu:

  • Menambah keyakinan diri?
  • Membuat anda merasa lebih bergairah?
  • Meningkatkan kemampuan anda untuk menghadapi tantangan tertentu?
  • Mendorong anda untuk mengemukakan pendapat?
  • Memperingatkan anda untuk mengambil aksi?
  • Membantu anda menyebarkan wawasan dan keberanian?
  • Menginspirasi suatu pemahaman yang lebih besar mengenai keamanan?
  • Membantu anda menghargai siapa diri anda dan apa yang anda miliki untuk ditawarkan?
  • Mengurangi ketakuan anda baik dalam intensitas maupun frekuensinya?

Sebaliknya, sebagian kekerabatan mengkhianati cita-cita dan janji, karenanya meningkatkan rasa tanggung berkepanjangan sebagai tanggapan dari kritikan, intimidasi, kebingungan, dan ketidak jelasan. Apakah anda mengalami kekerabatan ibarat ini? Jika iya, apakah anda merasa bahwa itu:

  • Menghilangkan keyakinan diri?
  • Menghilangkan semangat anda untuk mengemukakan pendapat?
  • Memperingatkan anda semoga tidak mengambil aksi?
  • Menjaga anda semoga tetap berada dalam keadaan bermusuhan, kekurangan, atau penyiksaan?
  • Memperkuat rasa takut, ketidak pastian, dan keraguan?
  • Meningkatkan suatu rasa akan ketergantungan dan kebutuhan?
  • Mempertahankan luka-luka usang semoga tidak sembuh?
  • Membiarkan anda merasa pesimis wacana apa yang anda miliki untuk ditawarkan?
  • Meningkatkan ketakutan anda wacana masa kini dan masa depan?

Nah, kini anda sudah memahami bagaimana suatu gaya hidup penuh ketakutan berkembang, kini waktunya untuk mempelajari skill-skill gres yang akan membantu anda menghancurkan pola-pola lama.


Sumber https://wownita.blogspot.com/

0 Response to "Bagaimana Suatu Gaya Hidup Ketakutan Berkembang"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel